Iklan Layanan Masyarakat

Bersihkan Hati dan Bersyukur Hadapi Ramadan, Warga Temanggung Gelar Ritual Sadranan

Jumat, 25 Mar 2022 13:19:13 1111

Keterangan Gambar : Warga menggelar ritual sadranan di makam Kiai Demang di Dusun Demangan, Desa Candimulyo, Kecamatan Kedu Temanggung


Temanggung, Media Center - Tradisi ritual sadranan digelar warga di makam Kiai Demang di Dusun Demangan, Desa Candimulyo, Kecamatan Kedu Temanggung, Jumat (25/3/2022). 

Pada tradisi sadranan, warga berdoa pada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi tambahan nikmat iman, Islam, kesehatan dan limpahan rizki. 

Serta tidak lupa, segera berlalunya pandemi Covid-19 yang telah mencengkeram negeri ini dalam dua tahun terakhir. 

Warga yang mengikuti tradisi sadranan tidak hanya warga desa setempat, tetapi justru lebih banyak dari warga luar desa. 

Bahkan, sebagian warga luar Temanggung yang sengaja datang untuk mengikuti ritual di makam cikal bakal perkampungan tersebut. 

Mereka adalah yang mempunyai orang tua atau sesepuh yang di makamkan di komplek pemakaman Kiai Demang. 

Seorang warga, Rahayu (60) mengungkapkan apresiasi syukur bisa kembali digelar sadranan tahun ini, setelah dua tahun libur, karena pandemi Covid-19. 

"Sadranan adalah tradisi di Dusun Demangan, Warga berkumpul di makam untuk berdoa. Mendoakan leluhur yang sudah meninggal," katanya.

Dikatakan, tradisi sadranan itu digelar untuk membersihkan hati dan ucapan syukur warga dalam menghadapi bulan suci Ramadan. 

Ia menyampaikan harapan, Allah selalu memberi limpahan rizki, kesehatan, dan pandemi Covid-19 segera berlalu dari dunia ini. 

Juru kunci makam Kiai Demang, Romidi (63) mengatakan, sadranan menjadi tradisi dan ritual yang wajib dilakukan warga Dusun Demangan. Sadranan digelar pada Jumat Kliwon bulan ruwah, penanggalan Jawa. Jika pada Ruwah tidak ada hari Jumat Kliwon, maka nyadran akan dilakukan pada bulan Rejeb.

Menurutnya, ritual sadranan sebagai ungkapan rasa syukur warga pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat yang diberikan. Warga juga memohon pada penguasa alam agar diberi berkah dan kelancaran rizki. 

Pada ritual itu, warga membawa tenong berisi nasi tumpeng, ingkung, daging kambing dan beberapa jenis makanan, serta jajan pasar. 

"Usai berdoa, makanan disantap bersama dan dibagikan pada warga yang datang," katanya.

Sebuah tradisi dari masakan yang disajikan pada ritual ini, katanya seluruh makanan yang disajikan tidak boleh dicicipi.

"Kami percaya, bahwa apabila sampai melanggar hal itu, maka musibah akan muncul,” katanya.

Namun yang pasti, katanya ada nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi. Nilai itu yang menjalin erat warga.

Warga lainnya, Toni (34) mengatakan, warga Demangan harus ikut ritual, demikian juga yang mempunyai orang tua atau nenek moyang yang dimakamkan di Demangan, meski ia merantau. Sadranan adalah wahana silaturahmi, mendoakan orang tua dan nenek moyang yang telah meninggal, dan bergotong royong membersihkan lingkungan perkampungan.

Dikatakan, sadranan menjadi magnet yang melebihi Idul Fitri. Dalam sadranan mempunyai daya emosional yang sangat erat. Makanya yang merantau diusahakan pulang untuk sadranan, namun saat Idul Fitri bisa jadi tidak pulang. (MC.TMG/Aiz;Ekp)

Pencarian:

Komentar:

Top