Iklan Layanan Masyarakat

Dusun Porot Temanggung, Kampung Pancasila Dengan Tolerasi Tinggi

Kamis, 29 Agu 2019 19:36:24 3409

Keterangan Gambar :


Temanggung, MediaCenter –‎ Kepala Staf Kodam (Kasdam) IV/Diponegoro, Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa, menghadiri upacara bendera untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Republik Indonesia (RI) di Dusun Porot, Desa Getas, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Sabtu (24/8).
Pihaknya datang ke lokasi tersebut karena sangat tertarik dengan kehidupan warga Kampung Porot, yang multi kepercayaan tapi selalu hidup rukun berdampingan.‎
‎Sedari pagi, sebagian warga berbondong-bondong mendatangi lapangan kampung setempat, yang menjadi lokasi upacara. Namun tak hanya warga, para pemuka empat agama yang ada di desa setempat juga tampak hadir di tenda undangan.‎‎
Masyarakat yang datang, tak sedikit yang menghias diri, mengenakan berbagai macam pakaian adat dari penjuru Indonesia untuk meramaikan upacara sekaligus pawai di desa. Ada yang mengenakan pakaian adat Sulawesi, Jawa, modifikasi pakaian adat Papua, dan lainnya.
"Kehadiran saya di sini, saya melihat suatu keunikan. Suatu kampung, kerukunan beragamanya cukup bagus, toleransinya ‎tinggi. Di sini ada gereja dan masjid yang berdampingan, ada vihara dan pura yang saling berdekatan, tetapi sehari-hari hidup saling menghargai," jelasnya, usai mengikuti upacara bendera.
Bertindak sebagai inspektur upacara adalah Kepala Desa (Kades) Getas, Dwiyanto. Sementara, Kasdam IV/Diponegoro, Bupati Temanggung, Dandim 0706/Temanggung, Wakapolres Temanggung, pejabat dan tokoh lainnya ‎bertindak sebagai peserta upacara di tenda kehormatan.
‎Dituturkan lebih lanjut, Indonesia terdiri dari beribu suku, berbagai ras dan agama. Menurutnya, bila semua perbedaan diruncingkan dan dipandang sebagai sesuatu yang negatif, maka akan membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Karena itu, Bung Karno mencetuskan Pancasila sebagai falsafah negara. Kita ini Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda, tetapi tetap satu jua. Di saat, belakangan ini banyak yang coba memecah belah kesatuan dengan isu SARA, di Porot ini berbeda," imbuhnya.
"‎Tempat beribadah berdampingan, tapi tak saling mengganggu, justru saling membantu. ‎Karena itu, saya ingin mengangkat kampung ini sebagai contoh toleransi. Ini bisa menjadi role model kerukunan antar umat beragama di Indonesia," tambah perwira tinggi TNI dengan bintang satu tersebut.
‎Tak hanya saling menghormati dan menghargai antar warga, bahkan ada satu keluarga yang tinggal seatap, tapi berbeda-beda agamanya "Ada yang satu keluarga, dalam satu rumah, ada tiga-empat agama yang dipeluk oleh masing-masing anggota keluarganya. Ini cukup unik," pungkasnya sebelum mengalir wawancara.
Satu diantaranya adalah keluarga Suparmin. Mantan Sekretaris Desa (Sekdes) Getas ini, menyebut terdapat tiga agama yang dipeluk oleh masing-masing anggota keluarganya.
"Orangtua saya Islam. Saya dan satu anak saya Buddha‎. Lalu, anak saya satunya dan menantu saya itu Kristen. Saya sendiri delapan bersaudara, tiga orang menganut ‎Buddha, dua Muslim, tiga lainnya Kristen‎" jelas bapak dua anak tersebut.
Suparmin juga menjelaskan,sehari-hari tak ada pernah ada gesekan terkait perbedaan agama yang dianut. Akan tetapi, mereka justru saling mendukung dan mengingatkan satu dengan yang lain. 
"Bila waktunya beribadah atau kebaktian, kita saling mengingatkan. Saya ke vihara, anak ke gereja, orang tua saya ke masjid," urainya.
‎Di sisi lain, tiap ada kegiatan masyarakat atau keagamaan, antar umat beragama saling bantu-membantu. Misal, saat perayaan Waisak, umat Kristen dan umat Islam membantu dalam kegiatan.
"Kalau ada Natalan, juga saling membantu.‎ Ada pengajian, juga begitu, yang Kristen, Budha dan lainnya juga membantu dalam kegiatannya," imbuh putra sulung dari delapan bersaudara ini.
‎Sementara itu, Bupati Temanggung, M Al Khadziq menjelaskan seusai upacara, bahwa warga Kota Tembakau menjunjung tinggi toleransi dan persatuan-kesatuan, menurutnya, Temanggung menjadi kampung untuk semua agama.
"Kita‎ hidup berdampingan, tanpa perbedaan agama, suku, ras dan juga perbedaan pandangan politik. Alhamdulillah kita selama ini damai, bergotong-royong, ambil contoh di Porot ini, meski‎ berbeda-beda agamanya. Saya kira ini kampung Pancasila yang harus kita syukuri bersama," jelasnya. (MC TMG/Penulis, Foto: Agung Editor:Ekape )

Pencarian:

Komentar:

Top