BMKG Tingkatkan Observasi Laut Hadapi Perubahan Iklim
Ket [Foto]: Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. Foto : BMKG

BMKG Tingkatkan Observasi Laut Hadapi Perubahan Iklim

Temanggung, MediaCenter - Memperingati Hari Meteorologi Dunia (HMD) ke-71, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) semakin menguatkan observasi dan analisis Meteorologi, Klimatologi dan Oseanografi di perairan Indonesia. Upaya itu dilakukan untuk menghadapi berbagai tantangan akibat perubahan iklim.

"Semangat HMD Tahun 2021 penting bagi BMKG dan Indonesia dalam rangka penguatan dan peningkatan observasi meteorologi dan iklim yang terintegrasi dengan observasi lautan/samudra, yang saat ini  ditindaklanjuti dengan modernisasi sistem dan peralatan observasi, analisis dan pemodelan meteorologi  maritim dengan teknologi terkini," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Rabu (24/3/2021). 

Peringatan HMD ini untuk menyadarkan masyarakat bahwa perubahan iklim, baik secara global maupun dampak lokalnya benar-benar sedang berlangsung. 

Deputi Klimatologi BMKG, Herizal menjelaskan bahwa tren kenaikan suhu udara di Indonesia terjadi di sebagian besar wilayah. Dengan menggunakan data observasi BMKG tahun 1981-2020 menunjukkan tren positif dengan besaran yang bervariasi dengan nilai sekitar 0.03 °C setiap tahunnya. Sehingga dalam 30 tahun estimasi kenaikan suhu udara akan bertambah sebesar 0.9 °C. 

"Untuk wilayah Indonesia secara keseluruhan, Tahun 2016 merupakan tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.8 °C sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020. Tahun 2020 sendiri menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.7 °C, dengan Tahun 2019 berada diperingkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0.6 °C," katanya.

Sebagai perbandingan, informasi suhu rata-rata global yang dirilis World Meteorological Organization (WMO) dilaporan terakhirnya pada awal Desember 2020 juga menempatkan Tahun 2016 sebagai tahun terpanas (peringkat pertama), dengan Tahun 2020 sedang on the track menuju salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah dicatat.

Kenaikan suhu tersebut korelatif dengan peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca, terutama konsentrasi CO2. Monitoring yang dilakukan oleh BMKG di stasiun pengamatan Global Atmosphere Watch Bukit Kototabang menunjukkan konsentrasi gas CO2 di Indonesia telah mencapai 411.1 ppm pada tahun awal Tahun 2021, atau meningkat signifikan dibandingkan dengan konsentrasi CO2 di Tahun 2004 sebesar 372.1 ppm.

"Peningkatan konsentrasi ini relatif masih dibawah rata-rata global, yaitu telah mencapai 415.0 ppm pada awal Tahun 2021. Dampak kombinasi antara anomali iklim global yang alamiah seperti La Nina dan El Nino dengan perubahan iklim global akan mengakibatkan hujan ekstrim yang lebih sering, lebih tinggi intensitasnya dan lebih lama durasinya pada saat musim hujan, ataupun kekeringan panjang pada saat musim kemarau, serta naiknya muka air laut," terangnya.

Proyeksi Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukkan bahwa kenaikan permukaan laut dapat mencapai sekitar 30 cm hingga 60 cm pada Tahun 2100. Bahkan jika emisi gas rumah kaca berkurang tajam dan pemanasan global dibatasi hingga di bawah 2 derajat celcius sesuai Kesepakatan Paris ( The Paris Agreement). Namun, jika emisi gas rumah kaca terus berlanjut, kenaikannya akan berkisar antara 60 cm hingga 110 cm.

Sementara lautan menggerakkan cuaca dan iklim dunia serta menjadi jangkar bagi ekonomi dan ketahanan pangan global. Perubahan iklim tidak hanya berpengaruh besar terhadap lautan, tetapi juga meningkatkan bahaya bagi ratusan juta orang.

Lebih lanjut Guswanto, Deputi Meteorologi BMKG mengatakan, observasi dan riset maritim yang dilakukan BMKG antara lain melalui Ekspedisi Maritim Indonesia (untuk pengumpulan data cuaca dan iklim di Samudra Hindia bagian Barat Indonesia). 

Selain itu, BMKG dan berbagai mitra nasional dan internasional juga rutin melakukan Ekspedisi Years of The Maritime Continent (YMC), untuk mengamati cuaca dan iklim dengan meningkatkan pemahaman dan prediksi variabilitas lokal hingga global. Terutama untuk menguak misteri di perairan Benua Maritim Indonesia yang mengontrol interaksi  antara Samudra Pasifik dan Samudera Hindia.

"BMKG Indonesia ditunjuk oleh Badan Meteorologi Dunia (WMO), sebagai Steering Committee pada Program Global Ocean Observation System (GOOS), yang berperan untuk menentukan arah dan Kebijakan Sistem Observasi Samudera secara global. Bahkan, Kepala BMKG juga ditunjuk oleh IOC (International Ocean Committee) sebagai Chair of Indian Ocean Tsunami Warning System, yang berperan untuk memberikan Peringatan Dini Tsunami bagi 28 negara di Samudra Hindia, serta mengedukasi masyarakat terhadap langkah-langkah kesiapsiagaan akan ancaman bahaya tsunami," pungkasnya. (MC TMG/Firman;Ekape)

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. Foto : BMKG
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook