Ket [Foto]: Anomali Suhu Muka Laut Dasarian III Februari 2021. Foto : BMKG
BMKG: Waspadai Potensi Cuaca Ekstrem Pada Peralihan Musim
Temanggung, MediaCenter - Berdasarkan analisis dinamika atmosfer-laut dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) , fenomena La Nina masih dapat berlangsung hingga Bulan Mei 2021 mendatang, dengan intensitas lemah hingga normal. Kondisi tersebut masih dapat berkontribusi pada peningkatan massa udara basah dan lembab disekitar wilayah Indonesia.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengatakan, saat ini fenomena Monsun Asia masih cukup aktif yang mengakibatkan aliran massa udara dari wilayah Belahan Bumi Utara (BBU) masih dapat berkontribusi terhadap pembentukan awan hujan, terutama di wilayah Indonesia bagian barat.
"Monsun Asia mulai memasuki periode pelemahan pada akhir Maret 2021 yang mengindikasikan bahwa periode puncak musim hujan disebagian wilayah Indonesia mulai berakhir, sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia akan memasuki periode peralihan dari musim hujan ke musim kemarau mulai akhir Maret 2021," katanya.
Salah satu ciri umum kejadian cuaca saat periode peralihan musim adalah adanya perubahan kondisi cuaca yang relatif lebih cepat. Pada pagi hingga siang umumnya cerah berawan dengan kondisi panas cukup terik yang diikuti dengan pembentukan awan yang signifkan dan hujan intensitas tinggi dalam durasi singkat yang secara umum dapat terjadi pada periode siang-sore hari.
"Selama periode peralihan musim, ada beberapa fenomena cuaca ekstrem yang harus diwaspadai, yaitu hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, puting beliung, waterspout, dan hujan es," tegasnya.
Guswanto menambahkan, fenomena hujan es merupakan fenomena yang umum terjadi selama periode peralihan musim. Hal tersebut dipicu oleh pola konvektifitas massa udara dalam skala lokal-regional yang lebih signifikan selama periode peralihan musim.
"Hujan es umumnya dapat terjadi dari sistem awan Cumulonimbus (Cb) yang menjulang tinggi dengan kondisi labilitas udara yang signifikan, sehingga dapat membentuk kristal es di awan dengan ukuran yang cukup besar. Fenomena downdraft (aliran massa udara turun dalam sistem awan) yang terjadi di sistem awan Cb terutama pada saat fase matang dapat menyebabkan butiran es dengan ukuran yang cukup besar dalam sistem awan Cb tersebut turun ke dasar awan hingga keluar dari awan menjadi fenomena hujan es," imbuhnya.
Terkait kecepatan downdraft dari awan Cb tersebut cukup signifikan, sehingga dapat mengakibatkan butiran es yang keluar dari awan tidak mencair secara cepat di udara. Bahkan sampai jatuh ke permukaan bumi masih dalam bentuk butiran es yang dikenal dengan fenomena hujan es.
Dalam sepekan kedepan, dinamika atmosfer yang diidentifikasi masih dapat berkontribusi cukup signifikan terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.
Teramatinya sirkulasi siklonik di Samudera Pasifik Timur Filipina dan di Samudera Hindia sebelah selatan Bali-Nusa Tenggara yang dapat mengakibatkan terbentuknya pola konvergensi dan belokan angin, sehingga dapat meningkatkan pembentukan awan hujan disebagian wilayah Indonesia.
Hal tersebut diperkuat dengan adanya fenomena Gelombang Rossby Ekuatorial yang diprediksikan masih cukup aktif disekitar wilayah Indonesia bagian barat. Selain itu kondisi labilitas udara lokal yang signifikan juga dapat meningkatkan potensi konvektifitas dan pembentukan awan hujan disebagian besar wilayah Indonesia.
BMKG mengimbau kepada masyarakat agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap potensi cuaca ekstrem, seperti angin puting beliung, hujan lebat disertai kilat petir dengan dampak yang dapat ditimbulkannya seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang, dan jalan licin selama memasuki masa pancaroba tahun ini. (MC TMG/Firman;Ekape)
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook