Ket [Foto]: DESA PATEKEN TEMANGGUNG PENGHASIL MAKANAN TRADISIONAL SAWUT
DESA PATEKEN TEMANGGUNG PENGHASIL MAKANAN TRADISIONAL SAWUT
Temanggung, MediaCenter – Singkong atau ketela pohon adalah makanan rakyat, dahulu sering digunakan sebagai makanan pokok pengganti beras. Tak hanya digunakan sebagai makanan pokok, singkong juga diolah menjadi berbagai makanan khas Nusantara yang memiliki rasa dan sensasi yang berbeda dan enak, salah satunya yaitu Sawut (singkong yang diparut kasar). Kalau diperhatikan dengan seksama, kata “sawut” seperti “mawut” yang dalam bahasa Jawa artinya berantakan. Secara fisik, jajanan ini memang disajikan ‘asal’ dan adapula yang dicetak lalu diiris kotak kotak ukuran 8cm x 9cm.
Salah satu desa penghasil Sawut di Kabupaten Temanggung yaitu Desa Pateken, Kecamatan Wonoboyo yang sudah turun temurun dari para penduduk sejak jaman penjajahan dan beralih dari generasi ke generasi, warisan resep pengolahan singkong menjadi cetakan sawut dan siap dimakan, secara otomatis anak cucu tanpa melalui pengajaran yang detail, hanya dengan selalu menyaksikan dan membantu proses pembuatan dari nenek atau ibu yang setiap harinya membuat makanan dari singkong tersebut.
Sebagai desa penghasil Sawut sudah disandang oleh Desa Pateken sejak lama, mengingat desa tersebut sebagai penghasil Sawut satu-satunya di Kabupaten Temanggung. Dengan banyaknya petani yang menanam singkong, membuat Desa Pateken tidak kekurangan bahan baku untuk selalu menghasilkan makanan khas yang terbuat dari bahan dasar singkong, selain Sawut juga ada makanan tradisional yang berbahan singkong, ada Gamblong (singkong rebus ditumbuk halus) yang dibentuk persegi panjang dengan ketebalan tiga centimeter, ada juga Entho (singkong rebus ditumbuk) dan dibentuk seperti bola dan juga bulat pipih, tapi Sawut tetap menjadi andalan Desa Pateken.
Sebelum mengalami perubahan cara pemasaran, kaum laki-laki yang memasarkan keluar desa, dengan menggunakan anyaman bambu yang dibentuk sebagai bakul ukuran tanggung dan dipikul keliling dari desa ke desa, seiring dengan perubahan jaman untuk memasarkan Sawut ini sekarang banyak diambil pedagang yang berjualan di pasar atau melalui media online.
Sedangkan untuk harga sangatlah terjangkau, bahkan terbilang sangat murah, tidak dengan hitungan kilogram, melainkan hitungan bijian, yaitu tiga biji hanya dihargai dua ribu rupiah, dengan bungkus daun pisang dan talinya dari bambu muda yang diiris tipis.
Sri Aminah (58th) salah seorang pengrajin Sawut sejak umur 9 tahun menyampaikan cara membuat makanan tradisional tersebut.
“Pembuatan Sawut sebenarnya mudah, tapi pilihan singkong harus yang bagus juga mempur, supaya bisa menghasilkan Sawut yang mudah di cetak dan gurih,” ujar Sri Aminah.
“Saya membuat Sawut sudah sejak kecil dengan membantu orang tua dan juga sering ikut memasarkan langsung ke desa desa hanya dengan jalan kaki, sekarang sudah diambil para bakul untuk dijual di pasar, saya mendapatkan bahan baku dari kebon sendiri dan juga dari tetangga, sedangkan proses pembuatannya butuh waktu dua sampai tiga jam dari mengupas singkong, memasak sampai dibentuk kotak kotak,” imbuhnya lagi.
Seiring perkembangan jaman, makanan tradisional ini sempat mengalami kelesuan dan sepi peminat, tapi dengan adanya media sosial secara perlahan mulai menggeliat lagi, bahkan cenderung dinikmati dan dicari. Seperti diungkapkan Suyono warga Desa Petirejo yang lama merantau di Jakarta,”Sawut asli Pateken ini mengingatkan saya waktu kecil sering beli di pedagang yang menjajakan dengan dipikul pake bakul itu, semua itu serasa bernostalgia pada masa yang silam” ungkapnya.
Makanan tradisional dari bahan dasar singkong terutama Sawut mulai mendapat tempat di pecinta kuliner saat ini serta menjadi jajanan tradisional pilihan utama para pencari jajanan tradisional yang ada di Kabupaten Temanggung maupun dari daerah luar Temanggung.
(MC TMG / Penulis / Foto : Coeplis / Editor ; Ekape )
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook