Komunitas Jemparingan Temanggung, Lestarikan Budaya Mataram Kuno
Ket [Foto]: Komunitas Jemparingan Temanggung, Lestarikan Budaya Mataram Kuno

Komunitas Jemparingan Temanggung, Lestarikan Budaya Mataram Kuno

Temanggung, MediaCenter – Jemparingan adalah seni memanah gaya Mataram yang dulu sering digelar di seluruh wilayah kerayaan kuno Yogyakarta. Sekarang makin banyak anak muda yang tertarik dan ingin belajar, termasuk di Kabupaten Temanggung.

Akan tetapi Jemparingan sendiri, pada awalnya hanya dimainkan oleh anggota keluarga kerajaan dan orang-orang lain yang dianggap punya posisi sosial tinggi. Namun dalam perkembangannya, seni memanah ini menjadi olahraga bagi semua orang.

Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam komunitas Jemparingan Temanggung berlatih memanah sedikitnya berlatih setiap seminggu dua kali, Selasa dan Jum’at di Jalan HOS. Cokroaminoto Kabupaten Temanggung.

Komunitas yang terbentuk sejak satu setengah tahun yang lalu dengan anggota aktif berlatih sebanyak 30 orang yang tersebar di Kabupaten Temanggung tersebut memang bertujuan agar tradisi Jemparingan yang dulu pernah redup dapat kembali digemari oleh masyarakat luas.

Dijumpai disela-sela latihan Jemparingan, Jumat (13/7), Ketua Komunitas Jemparingan Kabupaten Temanggung, Edy Purwantoro menjelaskan tentang perbedaan antara olahraga memanah dengan Jemparingan.

Tidak seperti permainan panahan pada umumnya yang dilakukan dengan posisi berdiri, jemparingan dilakukan dengan posisi duduk bersila. Dan biasanya peserta mengenakan pakaian tradisional Mataram kuno dengan posisi duduk, menggunakan gaya mataraman untuk membentuk dua barisan dengan menghadap ke barat. Posisi duduk ini bukan muncul tanpa alasan.

“Konon katanya, posisi duduk tersebut disebabkan karena dahulu para bangsawan biasanya memanah sambil bercengkrama membicarakan bisnis sambil menikmati kopi, teh, atau makanan ringan. Oleh karenanya, posisi duduk dirasa paling sesuai dan nyaman,”  tandas Edy.

Sedangkan metode memanah ini adalah dengan busur yang terbuat dari bambu ditarik ke arah kepala sebelum akhirnya ditembakkan untuk mengenai sasaran berupa bedor atau wong-wongan yang memiliki panjang 30 cm dan diameter 3,5 cm. Dan jarak antara posisi duduk dengan target sejauh 30 meter.

"Olahraga ini merupakan bentuk pelatihan untuk membentuk karakter, karena kita perlu mencapai kedamaian batin sebelum menembakkan anak panah," kata Ketua Komunitas Jemparingan Temanggung.

 

“Dan harapan kami sekarang adalah agar generasi muda dapat merasa mencintai olahraga yang disebut Jemparingan, dan kami ingin agar tradisi ini jadi sesuatu yang dianggap olahraga keren bagi para generasi muda dan tentunya dapat melestarikan kebudayaan ini," pungkas Edy mengkahiri wawancara. (MC TMG/Penulis, Foto: Agung, Editor: Ekape)

Komunitas Jemparingan Temanggung, Lestarikan Budaya Mataram Kuno
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook