Ket [Foto]: Pawai Teatrikal Nusantara dari Klepu untuk Indonesia
Pawai Teatrikal Nusantara dari Klepu untuk Indonesia
Temanggung, MediaCenter - Perayaan HUT Kemerdekaan ke-78 RI, di Desa Klepu, Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dikemas menarik dengan menampilkan berbagai adat budaya nusantara dan perjuangan rakyat dari berbagai daerah melawan penjajahan Belanda.
Peserta pawai dari setiap dusun menampilkan adat istiadat dan budaya masyarakat dari berbagai suku yang ada di Indonesia untuk menunjukkan rasa nasionalisme, patriotisme, persatuan dan kesatuan.
Berbagai tradisi nusantara yang ditampilkan antara lain, Bali, Aceh, Papua, Minang, Maluku, Toraja, dan lain-lain. Uniknya, tidak sekadar pawai berjalan, namun dipertontonkan teatrikal dengan tema yang berkaitan dengan budaya dan juga perjuangan orang-orang di nusantara tempo dulu. Bahkan repertoar dikemas apik, dengan pertunjukkan kolosal, lengkap berkostum baju adat, tari-tarian, musikalitas, hingga properti rumah adat masing-masing daerah.
Kades Klepu Endro Pramito mengatakan, tema pawai kemerdekaan tahun 2023 ini sengaja dikhususkan menampilkan adat luar Jawa, dan perjuangan rakyat dari berbagai daerah tersebut, agar generasi saat ini paham negara Indonesia itu memiliki berbagai keragaman mulai suku bangsa, ras, adat budaya, bahasa dan lain-lain.
"Tema pawai tahun ini, mengangkat adat budaya Indonesia, khususnya luar Jawa. Ini untuk memberikan edukasi kepada generasi penerus betapa banyaknya budaya Indonesia, lalu rasa nasionalisme. Negara kita terdiri dari berbagai suku, semuanya saling bersaudara dan merupakan modal kekuatan bangsa. Melalui cara ini kita berpesan kemerdekaan itu tidak mudah kita raih, tapi butuh perjuangan, pawai untuk menunjukkan nasionalisme dari Klepu untuk Indonesia," ujarnya, Minggu (20/8/2023) petang.
Pawai menarik seperti ditampilkannya perjuangan rakyat Maluku yang dengan gagah berani menyerang Benteng Duurstade, lantaran tidak terima dengan tindakan monopoli perdagangan rempah-rempah yang dilakukan Belanda. Selain itu, dipicu pula tindakan sewenang-wenang Residen Saparua kepada masyarakat. Perlawanan heroik dipimpin oleh Thomas Matulesi atau dikenal dengan Kapitan Pattimura pada 16 Mei 1817.
Namun akhirnya pada bulan November Pattimura, dan kolega seperjuangannya yakni, Anthoni Rebock, Thomas Patiwael, Lucas Latumahina, dan Johanes Matulessi ditangkap Belanda. Mereka dijatuhi hukuman gantung di Benteng Victoria Ambon. Kendati demikian, perjuangan rakyat Maluku tak pernah padam.
Peserta pawai lalu menari tarian perang cakelele sebagai representasi jiwa patriotisme dan untuk menentang perjuangan Pattimura digelar obor Pattimura yang biasanya digelar pada 15 Mei. Tarian rancak ini untuk menggugah semangat rakyat.
Pertunjukkan menarik juga dipertontonkannya melalui adat Aceh dengan Islamnya yang kuat, serta penerapan hukum adat. Tari Saman ditampilkan, sebagai salah satu media menyampaikan pesan atau dakwah. Adat Bali yang kental dengan seni budaya diperlihatkaan melalui tari kecak dan ogoh-ogohnya, kemudian adat Toraja digambarkan dengan prosesi pemakaman jenazah, lengkap dengan berbagai properti rumah Tongkonan sebagai rumah adat. Budaya Minang ditampilkan dengan diaraknya rumah gadang sebagai identitas kebudayaan masyarakat Minang di tanah Sumatera.
Agus (38), salah seorang penonton pawai mengatakan, sangat terkesima dengan pawai ini, sebab pesan moralnya akan kemerdekaan sangat kuat. Jadi tidak hanya sekadar perayaan semata, tetapi mengunggah nasionalisme, persatuan kesatuan antar elemen bangsa.
"Pawainya tematik dengan pesan moral yang sangat kuat, penampilan peserta dikonsep sempurna, dari pakaian adat, tari-tarian, hingga properti rumah adat, ogoh-ogoh, kapal, alat perang, ada replika Jembatan Ampera. Intinya adalah penanaman rasa nasionalisme, persatuan kesatuan kepada generasi penerus. Bahwa Indonesia itu beraneka ragam dan ini harus disyukuri, saling menghormati, seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika berbeda-beda, tapi tetap satu jua," tandasnya.(MC.TMG/ary;ekp)
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook