Ket [Foto]: Seorang produsen kopi tradisional menunjukan produk kopinya, Rabu (24/3/2021). Semenjak pandemi covid, penjualan kopi tradisional turun hingga 50 persen.
Penjualan Kopi Tradisional Terimbas Pandemi
Temanggung, Media Center- Selama berlangsung pandemi Covid-19 penjualan kopi tradisional asal Temanggung, Jawa Tengah mengalami penurunan hingga 50 persen lebih. Kondisi ini dikeluhkan produsen kopi tradisional di daerah itu.
Kopi tradisional adalah kopi yang diolah secara tradisional. Yakni diroasting secara manual, tidak menggunakan mesin roasting. Melainkan disangrai menggunakan wajan dari gerabah dan bahan bakar kayu keras dengan pemanasan lebih dari 200 derajat. Kopi juga diseduh secara tradisional seperti kopi tubruk.
Sapto San (53) seorang produsen kopi tradisional di Desa Nampirejo, Kecamatan/ Kabupaten Temanggung, mengatakan, kendati sudah berupaya memasarkan kopinya secara online melalui media sosial, namun penjualannya tidak kunjung membaik. Orderan kopi yang datang padanya turun lebih dari 50 persen.
"Pandemi pengaruhnya dahsyat pada usaha kopi tradisional. Orderan berkurang lebih dari 50 persen, terutama semenjak Bulan Januari tahun ini. Padahal sudah kami pasarkan secara online lewat whatsapp, facebook, dan instagram," tutur Sapto San, Sabtu (27/3/2021), di Temanggung.
Sapto mengelola usaha kopi bersama isterinya Widati (47). Pertama produksi sekitar Tahun 2017 dengan niat melestarikan budaya kopi tradisional. Ia mencoba memproduksi dua kilogram kopi robusta hasil panen dari kebunnya seluas 2000 meter persegi. Ketika itu kopinya masih dikemas sederhana dengan bungkus plastik biasa. Ia memulainya dengan berjualan di pinggir jalan Dusun Titang, Desa Nampirejo.
Seiring berjalannya waktu, kopi buatan Sapto San makin banyak diminati. Harga jual kopinya dikisaran Rp 15 ribu hingga Rp 30 ribu per ons untuk robusta jenis lanang dan wine robusta.
"Sebelum pandemi orderan terus ada, sehari rata-rata 3 kg. Permintaan kopi banyak datang dari Jakarta, Palembang dan Kalimantan. Tapi sekarang sepi," katanya.
Keistimewaan kopi tradisional produksinya, dijelaskan Sapto San, ada sedikit aroma gosong terpanggang api, dan rasanya lebih mantap. Kopinya juga digrinder lebih halus dengan ukuran tipis mencapai 0,5 milimeter, sehingga kopi mengendap dalam air.
"Kebanyakan peminatnya adalah orang yang rindu rasa kopi tradisional. Sehingga pangsa pasarnya orang yang ingin bernostalgia dengan kopi tradisional," pungkasnya. (MC TMG/Tosiani;Ekape)
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook