Ket [Foto]:
Bangkit Dari Krisis Pandemik Berkat Olahan Kelinci
Temanggung, MediaCenter - Pandemik Korona yang merebak di daerah Temanggung, Jawa Tengah sejak akhir Februari lalu membuat perekonomian masyarakat terdampak. Krisis berlangsung hingga waktu yang cukup lama. Salah satunya dialami kakak beradik Hanif Septiyanto (30) dan Abdul Kholim (26) warga Maron, Kecamatan Temanggung.
Semula keduanya terlibat dalam usaha budi daya kelinci yang dirintis oleh Hanif sejak delapan tahun terakhir. Sang Adik, Kholim membantu proses budi daya tersebut. Melihat prospek bisnis yang cukup bagus dan menguntungkan, sembari membantu kakaknya, Kholim pun mulai merintis budidaya kelinci secara mandiri di rumahnya dalam dua tahun terakhir.
"Awalnya coba ternak satu pasang dulu, terus sampai sekarang sudah ada delapan pasang," tutur Kholim, di Temanggung, Senin (17/8/2020).
Malang tak dapat disangkal. Mendadak pandemik Korona datang membuat usaha budi daya kelinci yang dirintis dua bersaudara ini berantakan. Biasanya Hanif memasok kelinci ke sejumlah daerah wisata lokal, seperti Bandongan, Kopeng, dan Kedung Songo. Terimbas pandemik, tempat-tempat wisata tersebut ditutup dan pasokan kelinci terhenti.
"Saya sangat bingung. Pasaran kelinci hidup turun. Kelinci numpuk di kandang dan tidak bisa menjualnya. Penghasilan tidak ada selama beberapa bulan. Padahal harus tetap menafkahi keluarga," tutur Kholim.
Pada saat kondisi sulit tersebut malah terpikir ide menjual olahan kelinci. Secara autodidak Kholim belajar membuat masakan dari kelinci. Diantaranya sate, rica, dan bakso kejam (kelinci-jamur). Ia berupaya memasarkannya secara online dengan harga jual kisaran Rp 10 ribu hingga Rp 30 ribu per porsi.
Tak disangka, respon masyarakat dirasa menggembirakan. Dalam dua bulan terakhir ia telah mendirikan kedai olahan kelinci di daerah Maron. Omzet yang didapat dari menjual olahan kelinci itu rata-rata mencapai Rp 1 juta per minggu.
"Hanya saja kendalanya jual olahan, kalau tidak habis sehari jadi kurang fresh, resikonya dibuang. Tapi tidak sampai rugi, karena masih tertutup keuntungan dari daging olahan yang terjual. Mau coba jual yang frozen tapi masih harus belajar,"ungkap Kholim.
Sedangkan kakaknya, Hanif masih bertahan menjual kelinci hidup karena belakangan sudah mulai ada pesanan. Dalam kondisi normal sebelum pandemik, omzet penjualan kelinci hidup yang didapat Hanif bisa mencapai rata-rata Rp 7 sampai 10 juta per bulan. Area penjualannya selain tempat wisata lokal juga dikirim ke Kalimantan, Purbalingga, Sumatera dan Pasuruan.
Kelinci indukannya masih didapat melalui import dari Eropa. Adapun harga jualnya, untuk bibit umur 5-7 bulan dijual Rp 500 ribu per ekor indukan grade B siap produk. Harga indukan kelinci grade A bisa mencapai Rp 2 juta per ekor, dan grade C Rp 350 ribu per ekor. Kelinci siap potong umur 3-4 bulan dipasarkan dengan harga Rp 80-100 ribu per ekor.
"Bagi saya, sewaktu krisis saat pandemik malah bisa melihat peluang bisnis yang cukup bagus dari kelinci olahan. Jadi tidak lagi fokus menjual kelinci hidup,"pungkas Kholim. (MC.TMG/Tosiani;Ekape)
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook