Ket [Foto]:
Jejak Ulama Sayid Abdullah di Masjid Wali Limbung Temanggung
Temanggung, MediaCenter - Bangunan cantik di Dusun Kauman, Desa Medari, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah ini dikenal dengan sebutan Masjid Jami Wali Limbung. Seluruh bagian lantai dan dindingnya berlapiskan marmer dengan dominan warna putih tulang.
Pada bagian anak tangga ada kombinasi lapisan marmer warna coklat. Serta pada bagian tiang depan diberi lapisan warmer marna hitam. Ini merupakan hasil renovasi pada tahun 2013. Bangunan ini juga memiliki dua menara yang terlihat megah.
Bagian dalam masjid masih mempertahankan corak bangunan dan saka penyangga dari kayu jati yang masih asli sejak ratusan tahun silam. Jumlah saka di ruangan utama sebanyak 16 buah.
Bangunan bagian dalam berukuran 10 x 10 meter juga dilapisi marmer senada dengan bagian luar. Ruangan ini memiliki lima pintu dan empat jendela dibagian dalam, serta dua pintu dan empat jendela di samping kanan dan kiri. Jendela dan pintu dicat dengan kombinasi warna hijau muda dan putih.
Masyarakat setempat meyakini masjid ini sudah berusia lebih dari 500 tahun. Namun hingga kini tidak ada referensi yang secara jelas menyampaikan kepastian mengenai sejarah masjid ini.
Mereka percaya masjid kebanggaan Kabupaten Temanggung ini didirikan oleh salah seorang keturunan Kerajaan Mataram bernama Sayid Abdullah. Selanjutnya Sayid yang didaulat sebagai ulama dan sesepuh warga lebih populer dengan sebutan Wali Limbung. Untuk mengenangnya, maka masjid ini diberi nama Masjid Jami Wali Limbung.
Jejak Ulama Wali Limbung diketahui dari keberadaan makamnya yang terletak di Dusun Kawangan, Desa Katekan, Kecamatan Ngadirejo, sekitar 3 km dari lokasi masjid. Jejak lainnya diketahui dari peninggalan Sang Ulama berupa tulisan dan Al Quran yang kini disimpan oleh anak dan cucunya yang tinggal di Dusun Butuh, Desa Banjarsari, Kecamatan Ngadirejo.
Selain itu juga terdapat keranda mayat peninggalan Wali Limbung yang hingga kini belum pernah ganti, karena belum pernah mengalami kerusakan. Keranda tersebut dibuat dari kayu jati.
Masjid dilengkapi dengan toilet untuk pria sebanyak tiga buah, dan toilet wanita sejumlah dua buah. Toilet terletak di samping kanan dan kiri masjid.
Kisah mengenai Wali Limbung dikenal masyarakat luas, sehingga menarik minat mereka untuk berkunjung melakukan wisata religi ke masjid ini. Sebagian pengunjung hanya mampir untuk sholat.
Kebanyakan orang datang untuk melakukan nadzar atau semacam janji di masjid ini. Biasanya mereka akan menyumbang untuk kepentingan masjid, jika apa yang menjadi keinginan dan tujuan mereka tercapai. Nadzar dilakukan selepas sholat subuh hingga sebelum sholat Jumat tiap hari Jumat Pahing.
"Orang-orang yang sudah kesampaian tujuan dan keinginannya akan datang kesini lagi dengan membawa, antara lain beras, uang dan barang lainnya untuk disumbangkan pada masjid," kata salah seorang pengurus masjid, Darmadi. (MC.TMG/Tosiani;Ekape)
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook