Ket [Foto]: Warga yang tinggal di ketinggian 1.300 meter dpl, Khusuk mengikuti upacara Khaul Ki Ageng Makukuhan yang dihelat pada Rabu (3/8/2022) hingga Kamis (4/8/2022) dini hari.
Warga Sumbing Gelar Khaul Ki Ageng Makukuhan
Temanggung, MediaCenter - Malam senyap menyergap di ketinggian Gunung Sumbing, berpadu padan dengan dinginnya hawa yang menusuk tulang. Beberapa warga Dukuh Seman, Desa Wonosari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung menyalakan obor mencoba menyingkap kabut dengan menerangi sudut-sudut area Pendopo Bumi Makukuhan.
Ratusan warga kemudian terlihat datang dan duduk bersimpuh menghadap tepat ke Pendopo Makukuhan di mana para sesepuh dan pemangku adat duduk bersila melantunkan doa-doa. Tak seberapa lama, alunan gending Jawa mengalun dari tangan-tangan terampil para niyaga, memecah sunyi, diikuti munculnya barisan pria berpakaian beskap dan petani memanggul gunungan berisi hasil bumi.
Mereka membawa serta 17 lembar daun tembakau yang dipetik dari ladang sebagai simbol wiwit panen tembakau telah dimulai. 17 lembar ini merupakan simbol peringatan HUT RI yang jatuh di tiap tanggal 17 Agustus. Selain itu, dalam adat masyarakat Jawa unsur angka 7 artinya “Pitulungan” atau pertolongan. Sedangkan angka satu melambangkan persatuan Indonesia.
Ya, warga yang tinggal di ketinggian 1.300 meter dpl, ini khusuk mengikuti upacara Khaul Ki Ageng Makukuhan yang dihelat pada Rabu (3/8/2022) hingga Kamis (4/8/2022) dini hari. Khaul ini untuk memperingati dan menghormati mendiang Ki Ageng Makukuhan, anggota Dewan Santri penerus Walisanga sekaligus tokoh penyiar agama Islam di tlatah Kedu. Selain sebagai ulama Ki Ageng diyakini adalah orang yang mengenalkan pertanian tembakau pada masyarakat Kabupaten Temanggung tempo dulu.
Kepala Desa Wonosari, Agus Parmuji mengatakan, Ki Ageng Makukuhan merupakan utusan Kanjeng Sunan Kalijaga yang diperintahkan menyebarkan agama Islam di wilayah Sabuk Gunung yang melingkupi Kedu Raya lewat jalur pertanian dan seni.
"Khusus untuk pertanian, tembakau menjadi salah satu tanaman andalan yang dibawa untuk diperkenalkan kepada para petani di daerah ini. Bahkan, kabarnya benih tembakau yang dibawa oleh Ki Ageng Makukuhan merupakan pemberian langsung dari Sunan Kudus," katanya.
Dari jejak sejarah inilah, tak heran apabila sektor pertanian menjadi soko guru atau pondasi utama masyarakat di lereng Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prau. Terlebih komoditas tembakau yang mendapat julukan sebagai 'Emas Hijau' karena bernilai ekonomis sangat tinggi.
Agus menyebut, terdapat cerita terkait asal nama tembakau itu sendiri. Dikisahkan, tembakau pada dasarnya berasal dari kata “Tambaku” yang dalam bahasa Jawa berarti “Tombo” atau obat.
"Saat proses penyebaran agama di wilayah Kedu Raya pada waktu itu, kondisi tanah di pegunungan Sumbing, Sindoro, dan Prau sangat gersang, tak ada satupun tanaman yang mampu tumbuh secara baik. Hingga akhirnya Ki Ageng Makukuhan membawa bibit tembakau untuk ditanam di lahan-lahan kritis. Hasilnya tembakau mampu menjadi tombo atau obat atas keterpurukan ekonomi petani saat musim kemarau mengingat nilai jual tembakau yang sudah sangat tinggi di masa lalu," terangnya.
Dari sejarah itulah, tanaman tembakau tak sekadar pertanian saja, namun menjelma menjadi budaya, bahkan jati diri kearifan lokal. Dari lereng Sumbing ini pula kerap muncul tembakau srintil tembakau kualitas nomor satu dunia yang harganya cukup tinggi antara ratusan ribu hingga jutaan rupiah per kilogramnya. Dari tembakau, jutaan orang bergantung hidup dari hulu hingga ke hilir, bahkan negara pun kecipratan pemasukan dari cukai yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Temanggung, Saltiono Atmaji yang turut hadir mengungkapkan bahwa nasib tembakau sangat erat kaitannya dengan campur tangan Tuhan Yang Maha Esa. Jadi khaul dan doa bersama ini dianggap menjadi hal yang cukup krusial sebagai salah satu usaha para petani agar hasil panenan mendatang melimpah ruah sekaligus berkualitas.
"Kami sangat berharap agar tembakau di musim ini baik dan bisa terjual dengan harga tinggi sehingga memberi manfaat bagi petani dan seluruh masyarakat. Selamatan dan ritual ini adalah tradisi yang sudah ada sejak nenek moyang dahulu dan telah berlangsung secara turun-temurun. Semoga Gusti Allah mengabulkan doa seluruh petani," katanya.(MC.TMG/ary;ekp;ysf)
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook