Iklan Layanan Masyarakat

Masyarakat Lamuk Legok Gelar Upacara Boyong Gongso

Rabu, 13 Jul 2022 15:52:20 626

Keterangan Gambar : Warga Dusun Lamuk, Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo menggelar ritual adat Boyong Gongso, Selasa (12/7/2022) malam.


Temanggung, MediaCenter - Hawa dingin terasa menusuk tulang ketika ratusan warga Dusun Lamuk, Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung memulai ritual selametan dusun, Selasa (12/7/2022) malam. Hawa dingin di punggung Gunung Sumbing tersebut, seakan justru menambah kesakralan setiap bagian dari ritus turun temurun tersebut. 

Para pemangku adat dan sesepuh desa memulainya dengan prosesi 'Rakit Sesajen' dan 'Siram Jamas' yang diikuti oleh perangkat desa, pelaku seni. Hal itu dilaksanakan di sumber mata air desa bernama Sendang Kembang atau Tuk Ringin. Satu per satu dari mereka diwajibkan mandi menggunakan air dari kali yang telah didoakan oleh sesepuh adat setempat, dilanjutkan upacara 'Boyong Gongso'.

Sekretaris Desa Legoksari, Robin Eka Jaya menuturkan, Boyong Gongso merupakan ritual mengarak gamelan kuno berupa Bende dan Kenong, dari rumah carik atau Sekdes menuju lokasi pementasan wayang kulit dengan disertai ritual khusus. 

"Boyong Gongso adalah bagian dari rangkaian pembuka yang sangat sakral. Warga di dusun ini punya legenda yang telah turun-temurun selama ratusan tahun. Konon, dahulu masyarakat di dusun ini tidak memiliki perangkat gamelan. Sehingga saat ada pementasan kebudayaan, khususnya wayang kulit, harus meminjam di Tuk Songo. Namanya gamelan atau gongso Kyai Jajar yang terdiri atas Bende, Kenong, dan Gong besar," katanya. 

Menurut cerita turun temurun, konon suatu waktu, masyarakat terlambat menggembalikan gamelan tersebut usai dipakai pementasan. Yakni ditandai dengan ayam berkokok. Sehingga gamelan gaib itu tidak bisa kembali ke alam dimensi lain dan tertinggal di Lamuk dan menjadi pusaka yang disakralkan masyarakat sampai saat ini.

Kembali pada prosesi Boyong Gongso, setelah jamasan dilanjutkan dengan “Kenthong Titir” tepat pukul 00.00 WIB. Hal itu sebagai sanepa atau cara membangunkan seluruh warga agar ikut berdoa bersama, meski tengah berada di rumah masing-masing dengan harapan seluruh doa yang dipanjatkan segera terkabul.

Dikatakan, setiap kali melakukan prosesi selamatan dusun, kemudian menggelar wayang kulit memang harus ada prosesi Boyong Gongso dari dalem penyarikan diboyong ke lokasi paringgitan (tempat pentas wayang kulit). Tim pemboyong kemudian berdialog dengan Sekdes, dengan tembung Jawa “kepareng nyuwun ngampil pusaka Tindih Kiai Jajar”. 

Setelah diserahkan oleh Sekdes lalu diboyong. Ada dialog sakral lagi, sebuah permintaan 'kie tak jilelane gawe tindih wayangan mengko ning aku njaluk sangu sesuk disangoni iket (iket sesajen wayang kulit). Ini filosofinya adalah sebagai pengikat, atau pangiket warga masyarakat supaya bersatu, golong gilik.

Setelah itu gamelan ditabuh 7 kali (tujuh dalam bahasa Jawa berati pitu maknanya pitulungan atau pertolongan), kemudian setelah penabuhan kenong itu dilanjutkan karawitan gending ladrang slamet, yang merupakan permohonan atau panyuwunan slamet sekabehane . Yakni, slamet bumi Lamuk Legok, slamet sing ngenggoni bumi Lamuk Legok. Barulah digelar pertunjukkan wayang kulit dengan dua lakon 'Wahyu Katentreman' dan 'Romo Tambak'.

Sesepuh desa sekaligus pemangku adat, Jumbadi (62) yang biasa dipanggil Mbah Gajul menambahkan, merti dusun dengan beragam rangkaian prosesi adat digelar sebagai wujud rasa terima kasih warga atas beragam rejeki yang berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Selain itu, warga juga terus memanjatkan doa agar senantiasa dinaungi keselamatan dan terhindar dari beragam malapetaka. Mereka percaya, selain rasul dan wali, Tuhan mengirimkan utusan lain yang bernama pepunden dengan tugas mbubak atau membuka lahan permukiman.

“Kami hidup di kaki gunung, selain melimpahnya rejeki atas kesuburan tanah, penting juga meminta doa keselamatan agar kita semua terhindar dari berbagai bencana,” terangnya. (MC.TMG/ary;ekp;ysf)

Pencarian:

Komentar:

Top