Iklan Layanan Masyarakat

Pasar KWT, Solusi Atasi Anjloknya Harga Sayuran

Sabtu, 24 Okt 2020 12:25:23 1838

Keterangan Gambar :


Temanggung, MediaCenter - Minggu Pagi (27/9/2020) puluhan lapak memenuhi tepi jalan Desa Mondoretno, Kecamatan Bulu, Temanggung, Jawa Tengah. Aneka sayur mayur dan makanan olahan khas desa dijual di sana. Suasana menjadi makin ramai tatkala sejumlah kelompok kesenian dan kelompok senam pagi memeriahkan gelaran Pasar Pagi dari Kelompok Wanita Tani (KWT) Usaha Maju desa itu.

Ketua KWT Usaha Maju Dusun Jojogan, Desa Mondoretno, Ariyati, mengatakan, Pasar Pagi merupakan inisiatif KWT untuk mewadahi hasil pertanian sayuran dari warga daerah itu pada saat harga sayuran tengah anjlok. Selama pandemik Korona, harga sayuran yang cenderung rendah amat menyusahkan warga yang sebagian besar adalah petani sayuran. 

Keberadaan pasar juga dimaksudkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Mondoretno selama pandemik. Sebelumnya, karena pandemik Covid-19, hasil penjualan dari produk pertanian cenderung kurang bagus.

"Kita berpikir untuk menjualnya. Ini seperti jogo tonggo, tapi bukan sayuran digratiskan, tetapi dengan mendorong warga membeli produk sayuran tetangganya sendiri," katanya. 

Novita Pristiani, salah seorang anggota KWT menambahkan, biasanya para pedagang sayuran keliling atau biasa disebut sebagai 'Eyek' bisa leluasa masuk dan berjualan di Desa Mondoretno. Namun selama gelaran Pasar KWT, eyek tidak diperbolehkan memasuki desa. Sebab masyarakat diharuskan berbelanja produk sayuran dari tetangganya sendiri.

Dijelaskan Novita, ini merupakan gelaran pasar yang keenam. Gelaran pertama diselenggarakan pada 2 Agustus lalu. Pasar KWT digelar tiga kali dalam sebulan. Yakni pada Minggu Kliwon, Minggu Legi, dan Minggu Pahing. Jumlah pedagang yang membuka lapak di pasar ini ada 28 orang. 

"Khusus pengurus KWT hanya menjual sayuran. Lainnya makanan, pakaian dan kerajinan," kata Novita.

Pada awal penyelenggaraan pasar tiap anggota KWT iuran masing-masing sebesar Rp 50 ribu sebagai modal awal. Selanjutnya tiap lapak memberikan kontribusi Rp 5 ribu setiap kali gelaran pasar. Sekarang omzet dari Pasar KWT bisa mencapai Rp 4 juta setiap kali gelaran pasar.

"Kami tidak menyediakan plastik untuk membungkus sayuran, tetapi menggantinya dengan tas dari kertas bekas yang dibuat sendiri oleh anggota KWT," katanya.

Kepala Desa Mondoretno, Beni Sujono, mengatakan, selama harga sayuran jatuh, petani amat kesusahan. Oleh sebab itu KWT berinisiatif untuk membuka gelaran Pasar Minggu Pagi ini.

"Biasanya sayuran dari desa ini dijual ke Jakarta, Yogyakarta, dan Semarang dengan volume penjualan satu ton per hari dari berbagai jenis sayuran. Nilainya sekitar Rp 6 juta. Selama pandemik, sayuran tidak bisa dikirim ke luar daerah dan petani tidak punya modal tanam, sehingga harus berhutang," katanya.

Keberadaan pasar KWT ini, katanya, sedikit membantu menaikan harga jual sayuran. Umpamanya, sebelum pandemik harga cabai dari petani mencapai Rp 15 ribu per kilogram (kg). Saat awal pandemi harga jual cabai dikisaran Rp 1500 - 2000 per kg. Setelah ada gelaran, kini harga cabai menjadi Rp 5 ribu per kg. 

Komoditas brokoli, tomat, dan terong jatuh sampai Rp 1000 per kg di awal pandemik. Di pasar KWT bisa terjual Rp 2500 per kg. Harga labu siam sekarang Rp 500 per kg, saat awal pandemik hanya laku Rp 300 per kg. 

"Meskipun harga sayuran sudah mulai naik setelah ada gelaran pasar ini, namun masih belum bisa membuat ekonomi petani desa kami bangkit," pungkas Beni. (MC.TMG/Tosiani;Ekape)

Pencarian:

Komentar:

Top